Wednesday, October 6, 2010

.....tentang RAFA part 1

     Rafa sadar sampai kapanpun BJ tak kan bisa menikahinya karena setatusnya sebagai suami orang. Apalagi BJ sudah menjadi seorang ayah. Sementara itu Danang sudah menantinya bertahun-tahun dan Rafa mengabaikannya.

     "Kenapa tidak kau angkat telponmu hari ini?" tanya BJ
Tadi siang BJ menelpon beberapa kali yang tak ku angkat  karena waktu itu ada staff meeting di aula dengan direktur RS dimana aku bekerja. Setelah selesai aku lupa buat menelpon BJ kembali dan langsung ke OK untuk menyelesaikan laporan yg sedikit tertunda.
     "Mendadak ada staf meeting tadi pagi." Kuambil donat seraya menuang air putih ke dalam gelas dan kusodorkan kepadanya. "maaf aku lupa untuk menelponmu."
     "Biasanya kau tidak pernah lupa untuk menelpon balik."
     "Kali ini aku lupa."
     "Mungkin karena perhatianmu sudah tersita untuk laki-laki itu?"
     Dahiku berkerut. "Laki-laki siapa?"
     "Pacarmu itu."
     "Pacarku, siapa?"
     "Danang."
     Aku menggeleng. "Danang bukan pacarku tetapi dia teman kerjaku. Kita sudah lama berteman sejak aku masuk Rumah Sakit ini."
     "Dan merencanakan pernikahan?"
     Aku terkejut. Memang 2 minggu yang lalu, Danang dan aku membicarakan tentang pernikahan. Saat itu aku dan dia dalam satu kendaraan saat perjalanan pulang.
     "Kapan kamu mau menikah?" tanya Danang sambil menyetir mobil.
     "Kalau sudah ketemu dengan yang masuk kriteria menjadi suamiku." sahutku.
     "Sudah ada yang masuk kriteriamu?"
     Aku meliriknya. Danang tetap melihat jalan tanpa sedikit menoleh padaku. Bicara tentang kriteria, Danang adalah satu-satunya pria yang aku kenal saat ini yang masuk kriteria untuk menjadi suamiku. Bila ada perbedaan diantara kita, hampir tidak terlihat dan aku mungkin masih bisa mentolerir. Tapi soal hati dan perasaan......
     "Menurutmu.....apakah aku masuk dalam kriteria sebagai pria yang ingin menjadi suamimu? Apakah kita akan menjadi pasangan yang cocok?"
     Kupandang wajahnya yang tyrus dan tetap memandang kedepan.
     "Ya, kamu orang yang cocok."
     Sebuah senyuman kecil terlukis di bibirnya.
     "So........." sambungnya lagi, "bagaimana kalau seandainya kita menikah?"
     Aku memutar tubuhku 90 derajat agar bisa dengan jelas memandangnya, dan Danang tetap tak menoleh tetap melihat kedepan dengan jari-jari yang mencengkeram setir kuat- kuat.
     "Maksudmu kita menikah?"
     "Hmmmmm........aaaahhhhh....eeeee...."
     Aku nyaris terbahak saat melihat dia tergagap-gagap. Supaya tak terlihat dan membuatnya bertambah malu, kualihkan pandanganku keluar jendela. Menghitung butiran- butiran air hujan yang menempel di kaca.
     "......kalau kamu mau......."
     Suara Danang seolah tercekik. Kumiringkan kepalaku dan memandangnya. Setelah bertahun-tahun, akhirnya berani juga dia menyatakan perasaannya padaku. "Akan kupikirkan," sahutku pendek saat itu.
     
     "Bagaimana kamu bisa menjalin kasih dengan laki-laki lain di belakangku?" suara BJ membuyarkan lamunanku.
     "Danang itu sahabatku. Teman satu Rumah Sakit," sahutku.
     "Sahabat yang ingin menikahimu?"
     "Siapa yang bilang kalau kami mau menikah?"
     BJ tertawa kecut. "Dunia ini kecil, Beib. Sepupuku ternyata  teman SMA adik Danang yg jg kekasihnya. Dia mendengar dari gadis itu saat Kakaknya membicarakan perihal pernikahan kalian dengan orang tuanya. Dan yang dibicarakan itu adalah kamu Beib. Tak kamu duga, kan?"
     Oh. Danang sudah membicarakan rencananya yang ingin menikahiku dengan kedua orang tuanya. padahal aku belum memberi dia jawaban.
     "Kita tak mungkin begini terus," sahutku. "Dari awal kita tahu bahwa hubungan ini tidak akan langgeng."
     "Jadi karena itu kamu mau mencari laki-laki lain?"
     "Aku tidak pernah mencari laki-laki lain!"
     "Lalu, Danang itu siapa? tidak cukupkah satu laki-laki untukmu?"
     Aku terperengah mendengar kalimat itu. Kutatap BJ dengan marah. "Beraninya kamu berkata begitu!" seruku. "Kamu pikir aku perempuan apa? Bagaimana dengan dirimu sendiri? Kamu sudah beristri tetapi masih menjalin hubungan denganku!"
     "Karena kamu mau!"
     Kulempar  BJ dengan buku yang aku pegang.
     "Rafa!" Ia melompat dari duduknya menghampiriku dan langsung mencengkeram lenganku. "Dengar, aku tidak akan mengijinkan dan sampai kapan pun kamu punya kekasih selain aku. Kamu adalah milikku! Mengertikah!"
     Air mataku berhamburan.
     "Aku bukan milik siapa-siapa," protesku. "Kamu pun tidak."

Tak pernah terbayangkan sebelumnya suatu saat dalam hidup Rafa akan jatuh cinta dan mencintai separah ini. Bahkan setelah BJ  memaksakan kehendaknya, cinta kasih Rafa pada BJ tak pernah luntur setitikpun.

..............to be continue............


Ayura, 2010

No comments: